PBB DAN BPHTB
14.1 Pengertian PBB & BPHTB
PBB
° Bumi adalah permukaan
bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan
perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak perairan) serta laut wilayah
Republik Indonesia.
° Bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah
:
a. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan
dengan komplek bangunan.
b. Jalan tol.
c. Kolam renang.
d. Tempat olahraga.
e. Galangan kapal, dermaga.
f. Taman mewah.
g. Tempat penampungan/kilang minyak, air
dan gas, pipa minyak.
h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
° Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP ) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk
melaporkan data objek pajak menurut ketetuan undang-undang PBB.
° Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat
Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada Wajib
Pajak.
BPHTB
Dalam pembahasan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan, akan dijumpai beberapa pengertian-pengertian yang sudah
baku, antara lain :
° Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan.
° Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan.
° Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan deserta bangunan diatasnya,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah
Susun, dan ketentuan peraturan peundanga-undangan yang berlaku lainnya.
14.2 Dasar Hukum PBB & BPHTB
PBB
Dasar hukum
pengenaan PBB adalah UU No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UU No. 12 Tahun 1994, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang
Penetapan Besarnya Persentase Nilai Jual Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan
Bangunan, Keputusan Menteri Keuangan No.201/KMK.04/2002 tentang Penyesuaian
Besar Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai Dasar Perhitungan
Pajak Bumi dan Bangunan, dan Keputusan menteri Keuangan No. 552/KMK.04/2002
tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan No.82/KMK.04/2002 tentang
Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
BPHTB
Sebagai dasar
hukum pengenaan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan adalah Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2000 dan beberapa aturan pelaksanaannya.
14.3 Subyek dan Obyek PBB & BPHTB
Subyek PBB
Subyek pajak
PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh
manfaat atas bangunan. Hal ini berarti bahwa tanda pembayaran/pelunasan pajak
bukan merupakan bukti kepemilikan. PBB melekat pada pemiliknya meskipun dapat
dialihkan kepada penyewanya atau pihak lain. Jika suatu objek pajak belum
diketahui secara pasti siapa WPnya, maka yang menjadi subyek pajak diatur
sebagai berikut :
1.Jika suatu subyek pajak memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau
bangunan milik orang lain bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang
atau bukan karena perjanjian, objek pajak yang memanfaatkan/menggunakan bumi
dan/atau bangunan ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
2.Suatu subyek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan,
maka orang atau badan yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut
ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
3.Subyek pajak yang dalam waktu lama berada di luar wilayah letak pajak
objek pajak, sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada
orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk
sebagai Wajib Pajak.
Obyek PBB
Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan
atau bangunan.
Subyek BPHTB
Subyek pajak
atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah orang pribadi atau
badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Oleh karena itu, subyek
pajak dibebani oleh kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut
Undang-undang BPHTB.
Obyek BPHTB
Objek pajak
BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang meliputi :
1.Pemindahan hak karena :
a. jual beli
b.
tukar-menukar
c. hibah
d. hibah wasiat
e. waris
f . pemasukan
dalam perseroan atau badan hukum lainnya
g. pemisahan hak
yang mengakibatkan peralihan
h. penunjukan
pembeli dala lelang
i. pelaksanaan
putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
j.
penggabungan usaha
k. peleburan
usaha
l. pemekaran
usaha
m. hadiah
2.Pemberian hak baru karena :
a. kelanjutan
pelepasan hak yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum
negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.
b. di luar
pelepasan hak yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau
badan hukum dari negara atau pemegang hak milik menurut peraturan
peundang-undangan yang berlaku.
14.4 Tarif PBB & BPHTB
PBB
Tarif Pajak
Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas Obyek Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 0,5
% ( lima persepuluh persen ).
BPHTB
Tarif pajak
yang dikenakan atas objek BPHTB adalah 5%.
14.5 Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan
Pelaporan PBB & BPHTB (SPOP & SPPT)
PBB
Tata
Cara Perhitungan
PBB = Tarif
pajak x NJKP
= 0,5 % x [ persentase NJKP x (NJOP –
NJOPTKP) ]
Rumus perhitungan di atas dapat dibuat
dengan urutan perhitungan sebagai berikut :
Nilai jual Objek Pajak bumi/tanah: luas x
NJOP per m2 xxx
Nilai jual Objek Pajak bangunan: luas x
NJOP per m2 xxx
(+)
Nilai jual Objek Pajak sebagai dasar
pengenaan PBB xxx
Nilai jual Objek Pajak Tidak Kenai Pajak xxx
(-)
Nilai jual Objek Pajak sebagai dasar
perhitungan PBB xxx
Nilai jual kena Pajak persentase (%) x
NJOP xxx
PBB : 0,5 % x NJKP xxx
===
Contoh :
Wajib Pajak CV Perdana mempunyai objek
pajak berupa :
- Tanah seluas 800 m2 dengan
NJOP Rp 335.000 per m2
- Bangunan (rumah) seluas 400 m2
dengan NJOP Rp 505.000 per m2
- Taman mewah seluas 200 m2
dengan NJOP Rp 98.000 per m2
- Pagar mewah sepanjang 100 m dan tinggi rata-rata 150 cm dengan NJOP Rp
1.200.000 per m2
Persentase Nilai Jual Kena Pajak
(assessment value) sebesar 20 % dan NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 10.000.000
Besarnya PBB yang terutang dihitung
sebagai berikut :
- NJOP tanah (800 m2 x Rp
335.000) Rp
268.000.000
- NJOP bangunan :
- Rumah
(400 m2 x Rp 505.000) Rp 202.000.000
- Taman mewah
(200 m2 x Rp 98.000) Rp 19.600.000
- Pagar mewah
(100 x 1,50 m2 x Rp
1.200.000) Rp
180.000.000
Rp 401.600.000 (+)
- NJOP sebagai dasar perhitungan PBB Rp
669.600.000
- NJOPTKP (diketahui) Rp 10.000.000 (-)
-NJOP sebagai dasar perhitungan PBB Rp 659.600.000
- NJKP (20% x Rp 659.600.000) Rp
131.920.000
- PBB :
0,5%
x Rp 131.920.000 = Rp 659.600
Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan
1.Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Teruatang (SPPT)
harus dilunasi selambat-lambatnya
6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
2.Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus
dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib
pajak.
3.Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau
kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2 % per bulan dari jumlah
yang tidak atau kurang dibayar, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai
dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24bulan, bagian dari
bulan dihitung penuh 1 bulan.
4.Denda administrasi ditambah urang pajak yang belum atau kurang dibayar
ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) dan harus dilunasi selambat-lambatnya
1 bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh WP.
5.Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayar pada
waktunya ditagih dengan Surat Paksa.
6.MenKeu dapat melimpahkan kewenangan penagihan pajak kepada Gubernur
Kepala Daerah Tk. I dan/atau Bupati dan/atau Walikota Kepala Daerah Tk. II.
BPHTB
Tata Cara Perhitungan
BPHTB = Tarif paja x NPOPKP
= 5 % x ( NPOP – NPOPTKP )
Perhitungan di atas dapat dibuat dengan
urutan sebagai berikut :
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) xxx
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) xxx (-)
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) xxx
BPHTB yang terutang/dibayar:
( 5 % x NPOPKP ) xxx
Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan
tersebut karena waris/hibah wasiat/pemberian hak pengelolaan, maka BPTHB yang
harus dibayar adalah :
BPHTB = 50 % x BPHTB yang terutang
Contoh :
Tuan Akbar membeli tanah dan bangunan
dengan nilai perolehan objek pajak Rp 500.000.000.
Besarnya
BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut :
NPOP Rp
500.000.000
NPOPTKP Rp 60.000.000 (-)
NPOPKP Rp
440.000.000
============
Pajak BPHTB yang terutang :
5%
x Rp 440.000.000 = Rp 22.000.000
Tata Cara Peyetoran dan Pelaporan
1.BPHTB
yang terutang harus dibayar/dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, yaitu sama dengan saat terutangnya BPHTB.
2.Wajib
pajak wajib membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya
surat ketetapan pajak. Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessment.
3.BPHTB
yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan/atau Bank BUMN atau
Bank BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh MenKeu dengan
menggunakan Surat Setoran BPHTB.
4.Dalam
jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang
terutang kurang dibayar.
5.Dalam
jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kuramg Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila
ditemukan data baru dan/atau data yang semula Belem terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah BPHTB yang teritang diterbitkannya SKBKBT.
6.Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB dan WP dikenakan sanksi
berupa denda dan/atau bunga apabila:
a.BPHTB yang terutang tidak atau kurang bayar
b.dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB
terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis atau salah
hitung.
Pada saat WP memperoleh Surat Tagihan BPHTB
jumlah yang harus dibayar oleh WP adalah sebesar BPHTB terutang yang tidak atau
kurang bayar dalam Surat Tagihan BPHTB ditambah sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% sebukan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan Sejas saat
terutangnya BPHTB.